Mengingat masa-masa waktu SMA memang tidak ada habisnya. Kebanyakan dari kita percaya bahwa masa ini adalah masa yang paling indah, karena pada saat itu kita sudah memahami banyak ide serta pemikiran pribadi dan sebagian besar dari kita telah menemukan tempat untuk menuangkan gagasan tersebut. Tempat-tempat untuk berbagi inilah yang membuat kita sangat rindu akan orang-orang yang ada di dalamnya, mereka biasa kita sebut sebagai teman atau sahabat. Komunitas-komunitas di SMA atau biasa dikenal sebagai kegiatan Ekstrakurikuler, secara tidak langsung telah membangun pribadi kita tumbuh dan berkembang menuju arah tertentu di luar jam pelajaran bersama orang-orang yang terpilih di dalam satu fase kehidupan kita. Dalam postingan TIME MACHINE ini saya akan membahas salah satu komunitas yang cukup berharga dan memberikan kesan yang tak ternilai sebagai salah satu investasi bagi saya sendiri dan tentunya orang-orang yang eksis di dalamnya yakni English Club SMAVO. English Club ini sebenarnya telah eksis sejak tahun 2009 ketika sebagian dari murid-murid SMAN 2 Cibinong harus melewati serangkaian test dan klub ini dianggap sejajar dengan klub akademis lainnya yang sebenarnya dipersiapkan untuk Olimpiade MIPA Nasional. Kegiatan English Club ini sendiri pada waktu itu hanya memfokuskan kepada segelintir anak saja yang sudah lolos masuk di dalam klub dan berminat untuk mengikuti lomba-lomba terkait dengan bidang studi English. Saya sendiri sudah berkali-kali mencoba menjadi salah satu utusan sekolah namun hampir selalu gagal karena memang untuk menjadi seorang Speaker maupun Storyteller saya harus bisa menandingi beberapa orang yang dikatakan sudah mendekati Native Speaker pada masa itu. Salah satu kompetisi team yang kami ikuti waktu itu adalah ASEAN Simulation Meeting 2009, dan beruntungnya karena porsi team membutuhkan banyak delegates, saya diikut-sertakan di dalamnya namun sayang sekali kisah ini tidak begitu menarik dibandingkan ketika kami satu team berangkat menuju EF Olympics 2010. EF Bogor adalah tempat saya dan seorang bocah bernama Wildan berguru untuk menjadi speaker English handal. Pada waktu itu EF lokal ini mengadakan sebuah acara besar-besaran dengan maksud untuk menarik minat para siswa di Bogor untuk mengikuti Lomba berbasis English dengan tema Go-Green. Tanpa basa-basi, kami berdua memproposalkan lomba ini ke anak-anak di klub. Sejujurnya, sebagian besar anggota team kami ini tidak benar-benar dari English Club namun karena tidak ada nama yang benar-benar kami usung waktu itu sehingga akan lebih cocok apabila kami berlandaskan atas label English Club Smavo yang sebenarnya sudah pecah sejak lama setelah lomba ASEAN. Tersebutlah nama-nama Audy, Wildan, Isma, Safira, Hilman, Indah, Rojawo, Faiza, dan Sarah. Seperti biasa kami tidak memiliki persiapan hingga H-1 kami satu team menginap di base camp kami rumah Isma untuk menyiapkan properti dan latihan, "Jadi ceritanya nanti apa? Cuman 5 menit kan?" ujar saya "Tenang aja di, kita gak perlu skrip yang ribet sekarang tapi alur ceritanya kurang lebih..." "Kalian bertiga jadi pohon, hilman jadi penebang liar, faiza jadi gadis yang peduli lingkungan, kita bertiga jadi pohon versi akhwatnya dan sarah seperti biasa narator." jelas Safira Sejak awal saya sendiri tidak begitu setuju dengan konsep sederhana ini tapi apa boleh buat, pada waktu itu yang memegang jalan cerita bukanlah saya sehingga saya hanya lebih banyak berpasarah, terlebih lagi ada team lain dari English Club sekolah kami juga yang kemungkinan besar jauh lebih siap dan bagus dalam menyampaikan ceritanya. "Jadi ini properti kita, kepala kalian tinggal dimasukin ke sini, nanti tinggal ditambah tangan juga dari kardus.." kata Indah "Well..............." saya hanya bisa membisu. "Audy, Rojawo, kalian tidur duluan gih, biar kita cewek-cewek yang selsain properti malam ini okay? Terutama Hilman nih, lagi sakit kan." ujar Isma Sejak awal saya tidak pernah yakin tapi tetap saja melanjutkan untuk ikut lomba ini, bayangkan apa yang bisa kita menangkan dengan muka kami yang diikat dengan rambut singa berwarna hijau ini?? Isma sudah memberi isyarat bahwa kami para pria sama sekali tidak berguna dalam urusan membuat prakarya untuk lomba besar ini sehingga saya memutuskan untuk tidur lebih cepat sebelum, "Di, liat properti gw!! Jadi, ini bakalan jadi termometer, tinggal ditarik dan nanti bakal jadi efek meletus gitu!!" Wildan atau kita akrab panggil sebagai Wawa menjelaskan nonsense-nya yang juga terbuat dari kardus dan kertas krep berwarna biru-merah serta benang tipis untuk menarik kertasnya yang sama-sama tidak berguna. "Coba jelaskan lagi gimana cara kerjanya wa?" tanya Faiza "Jadi ini ditarik nanti pas full berubah jadi warna merah, nanti setelah buminya jadi panas banget gw ancurin deh!" jelasnya "Terus, cara supaya kertas krepnya berubah jadi warna merah?" tanya Indah "Ya itu ndah, yang pengen gw cari tau malem ini hahahaha!!" (we are going to lose anyway....) Malam itu saya justru semakin terjaga dan memutuskan untuk mendiskusikan soundtrack atau musik latar lomba kami dengan Faiza yang akhirnya semua masukan saya ditolak dan digantikan dengan lagu Jungle klasik yang bisa anda dengar hampir di setiap seminar pada waktu itu. Saya juga semakin khawatir dengan kondisi si penebang kayu kami yang terlihat memprihatinkan, apakah kita benar-benar siap untuk esok? Bahkan kami tidak berlatih sama sekali malam itu, mungkin sebelumnya kami telah mencoba berlatih namun pada waktu itu saja role masing-masing dari kami belum fix, terutama Mr. Termometer Wawa. Paginya kami melakukan aktifitas seperti biasanya dan kebanyakan dari gadis terlihat berdoa sangat khusyuk sepulang kami dari masjid, ya kita memang membutuhkan banyak doa pada waktu itu. Ada sebuah alasan kenapa Rojawo tidak bisa mengantarkan kami semua lebih cepat, lucunya kami para founder English Theater Club ini memilih dia masuk dalam tim hanya karena kemampuan mengangkut properti dan sumber daya manusia saja pada awalnya. Saya dan Wawa yang dikorbankan untuk segera menuju venue lombanya di mall Jungle BNR untuk registrasi awal. "Parah wa, gw panik banget ini, kita latihan aja belum mateng, properti juga masih dibuat pas kita berangkat tadi gimana dong?" "Tenang di, kita all out aja, properti kita emang minim tapi kemampuan kita selama ini selalu terdepan!!" Itulah kondisi kami hanya kurang dari 5 jam sebelum kami pentas, jadi bisa saya gambarkan bahwa kompetisi itu cukup menarik minat banyak performer di Bogor, pada dasarnya tema Go Green ini membebaskan setiap team untuk menyampaikan kampanye hijaunya melalui berbagai macam penampilan bebas entah itu drama, menyanyi, menari, atau apapun yang cukup mengesankan para juri Foreigners pada waktu itu. Benar saja ketika saya sampai bersama bocah, setiap performer sudah all out menyiapkan propertinya dengan membawa berbagai macam pot tanaman dan kostum-kostum unik ala ambassador negara timur tengah serta beberapa orang sudah mengenakan tanaman hijau sebagai rok pada seragam cheers-nya. ![]() I wanna go home, itulah yang selalu saya ucapkan setelah usai menyaksikan sebuah penampilan menakjubkan dari sekelompok siswi yang membuat human pyramids dan entah apa alasannya tetap mengkampanyekan go green pada setiap seruan. Kemudian saya juga melihat salah satu sekolah analis kimia berhasil menampilkan sebuah drama musikal go green yang simpel namun menekankan pada penyanyi dan performa band-nya, saya benar-benar merasa kita sebaiknya tidak perlu datang. Hanya saya dan wawa yang datang pada waktu sebagian besar performer menampilkan paket ambisiusnya untuk menjadi juara 1, setelah beberapa saat merenung melihat kekalahan di depan mata dengan paniknya saya menelpon Rojawo. "Jawo, di mana? Kita 1 jam lagi tampil nih dan mereka bagus-bagus lagi, cepetan ke sini gw udah down!" "Iya, bentar di, gw lagi di jalan, macet, tersesat lagi, tunggu dulu, lu akalin aja panitianya." Saya dan Wawa terpaksa harus menderita tekanan batin yang amat perih sementara group English Club lainnya dari sekolah kami sepertinya sudah bersiap tampil, namun saya sama sekali tidak tertarik untuk melihatnya karena saya yakin yang akan saya rasakan hanyalah intimidasi dan perasaan untuk pulang, lantas saya pergi bersama Wawa ke bagian belakang mall. "Gw gak pernah merasa terintimidasi kayak gini wa sepanjang hidup gw, liat mereka, kok, bisa ya mereka punya properti dan penampilan sebagus itu?" "Tenang di, santai aja, kita all out aja! Gimana kalo kita benar-benar all out dan nunjukin kemampuan Capoeira kita untuk opening dramanya?" "ARE YOU CRAZY? Don't do stupid things wa! Kita udah kalah!!!" (to be continued)
0 Comments
|
Archives
August 2016
Audy D. Putra
Seorang Mahasiswa Teknik biasa namun berusaha untuk menjadi anti mainstream, meskipun anti mainstream itu telah menjadi mainstream Categories |